Alhamdulillahirabbil
‘alamin atas segala nikmat dan karunia Allah.
Dengan segala nikmat-Nya kita senantiasa diberi petunjuk dan kekuatan untuk
meniti jalan istiqamah, alhamdulillah. Tanpa karunia dan perlindungan Allah,
kita tak ada apa-apanya.
Berikut
ini adalah “10 Jurus Penangkal Kesesatan Syi’ah” yang berisi sepuluh logika
dasar untuk mematahkan akidah sesat Syi’ah. Logika-logika ini bisa diajukan
sebagai bahan diskusi ke kalangan Syi’ah dari level awam, sampai level ulama.
Setidaknya, logika ini bisa dipakai sebagai “anti virus” untuk menangkal
propaganda dai-dai Syi’ah yang ingin menyesatkan umat Islam dari jalan yang
lurus.
Kalau
Anda berbicara dengan orang Syi’ah, atau ingin mengajak orang Syi’ah bertaubat
dari kesesatan, atau diajak berdebat oleh orang Syi’ah, atau Anda mulai
dipengaruhi dai-dai Syi’ah; coba kemukakan 10 logika dasar di bawah ini.
Tentu
saja, kemukakan satu per satu. Insya Allah, kaum Syi’ah akan kesulitan menjawab
logika-logika ini, sehingga kemudian kita bisa membuktikan, bahwa ajaran mereka
sesat dan tidak boleh diikuti.
JURUS 1:
“NABI DAN AHLUL BAIT”
Tanyakan
kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda mencintai dan memuliakan Ahlul Bait Nabi?”
Dia
pasti akan menjawab: “Ya! Bahkan mencintai Ahlul Bait merupakan pokok-pokok
akidah kami.”
Kemudian
tanyakan lagi: “Benarkah Anda sungguh-sungguh mencintai Ahlul Bait Nabi?”
Dia
tentu akan menjawab: “Ya, demi Allah!”
Lalu
katakan kepada dia: “Ahlul Bait Nabi adalah anggota keluarga Nabi. Kalau orang
Syi’ah mengaku sangat mencintai Ahlul Bait Nabi, seharusnya mereka lebih
mencintai sosok Nabi sendiri?
Bukankah
sosok Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lebih utama daripada Ahlul
Bait-nya?
Mengapa
kaum Syi’ah sering membawa-bawa nama Ahlul Bait, tetapi kemudian melupakan
Nabi?”
Faktanya,
ajaran Syi’ah sangat didominasi oleh perkataan-perkataan yang katanya bersumber
dari Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan anak keturunan mereka. Kalau Syi’ah
benar-benar mencintai Ahlul Bait, seharusnya mereka lebih mendahulukan Sunnah
Nabi, bukan sunnah dari Ahlul Bait beliau. Syi’ah memuliakan Ahlul Bait karena
mereka memiliki hubungan dekat dengan Nabi.
Kenyataan
ini kalau digambarkan seperti: “Lebih memilih kulit rambutan daripada daging
buahnya.”
JURUS 2:
“AHLUL BAIT DAN ISTERI NABI”
Tanyakan
kepada orang Syi’ah: “Siapa saja yang termasuk golongan Ahlul Bait Nabi?”
Nanti
dia akan menjawab: “Ahlul Bait Nabi adalah Fathimah, Ali, Hasan, Husein, dan
anak-cucu mereka.”
Lalu
tanyakan lagi: “Bagaimana dengan isteri-isteri Nabi seperti Khadijah, Saudah,
Aisyah, Hafshah, Zainab, Ummu Salamah, dan lain-lain? Mereka termasuk Ahlul
Bait atau bukan?”
Dia akan
mengemukakan dalil, bahwa Ahlul Bait Nabi hanyalah Fathimah, Ali, Hasan,
Husein, dan anak-cucu mereka.
Kemudian
tanyakan kepada orang itu: “Bagaimana bisa Anda memasukkan sepupu Nabi (Ali)
sebagai bagian dari Ahlul Bait, sementara istri-istri Nabi tidak dianggap Ahlul
Bait?
Bagaimana
bisa cucu-cucu Ali yang tidak pernah melihat Rasulullah dimasukkan Ahlul Bait,
sementara istri-istri yang biasa tidur seranjang bersama Nabi tidak dianggap
Ahlul Bait?
Bagaimana
bisa Fathimah lahir ke dunia, jika tidak melalui istri Nabi, yaitu Khadijah
Radhiyallahu ‘Anha?
Bagaimana
bisa Hasan dan Husein lahir ke dunia, kalau tidak melalui istri Ali, yaitu
Fathimah?
Tanpa
keberadaan para istri shalihah ini, tidak akan ada yang disebut Ahlul Bait
Nabi.”
Faktanya,
dalam Surat Al Ahzab ayat 33 disebutkan: “Innama yuridullahu li yudzhiba
‘ankumul rijsa ahlal baiti wa yuthah-hirakum that-hira” (bahwasanya Allah
menginginkan menghilangkan dosa dari kalian, para ahlul bait, dan menyucikan
kalian sesuci-sucinya).
Dalam
ayat ini istri-istri Nabi masuk kategori Ahlul Bait, menurut Allah Subhanahu Wa
Ta’ala. Bahkan selama hidupnya, mereka mendapat sebutan Ummul Mu’minin (ibunda
orang-orang Mukmin) Radhiyallahu ‘Anhunna.
JURUS 3:
“ISLAM DAN SAHABAT”
Tanyakan
kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda beragama Islam?”
Maka dia
akan menjawab dengan penuh keyakinan: “Tentu saja, kami adalah Islam. Kami ini
Muslim.”
Lalu
tanyakan lagi ke dia: “Bagaimana cara Islam sampai Anda, sehingga Anda menjadi
seorang Muslim?”
Maka
orang itu akan menerangkan tentang silsilah dakwah Islam. Dimulai dari
Rasulullah, lalu para Shahabatnya, lalu dilanjutkan para Tabi’in dan Tabi’ut
Tabi’in, lalu dilanjutkan para ulama Salafus Shalih, lalu disebarkan oleh para
dai ke seluruh dunia, hingga sampai kepada kita di Indonesia.”
Kemudian
tanyakan ke dia: “Jika Anda mempercayai silsilah dakwah Islam itu, mengapa Anda
sangat membenci para Shahabat, mengutuk mereka, atau menghina mereka secara
keji?
Bukankah
Anda mengaku Islam, sedangkan Islam diturunkan kepada kita melewati tangan para
Shahabat itu. Tidak mungkin kita menjadi Muslim, tanpa peranan Shahabat.
Jika
demikian, mengapa orang Syi’ah suka mengutuk, melaknat, dan mencaci-maki para
Shahabat?”
Faktanya,
kaum Syi’ah sangat membingungkan. Mereka mencaci-maki para Shahabat
Radhiyallahu ‘Anhum dengan sangat keji.
Tetapi
di sisi lain, mereka masih mengaku sebagai Muslim. Kalau memang benci Shahabat,
seharusnya mereka tidak lagi memakai label Muslim. Sebuah adagium yang harus
selalu diingat: “Tidak ada Islam, tanpa peranan para Shahabat!”
JURUS 4:
“SEPUTAR IMAM SYI’AH”
Tanyakan
kepada orang Syi’ah: “Apakah Anda meyakini adanya imam dalam agama?”
Dia pasti
akan menjawab: “Ya! Bahkan imamah menjadi salah satu rukun keimanan kami.”
Lalu
tanyakan lagi: “Siapa saja imam-imam yang Anda yakini sebagai panutan dalam
agama?”
Maka
mereka akan menyebutkan nama-nama 12 imam Syi’ah. Ada juga yang menyebut 7 nama
imam (versi Ja’fariyyah).
Lalu
tanyakan kepada orang Syi’ah itu: “Mengapa dari ke-12 imam Syi’ah itu tidak
tercantum nama Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali?
Mengapa
nama empat imam itu tidak masuk dalam deretan 12 imam Syi’ah?
Apakah orang
Syi’ah meragukan keilmuan empat imam mazhab tersebut?
Apakah
ilmu dan ketakwaan empat imam mazhab tidak sepadan dengan 12 imam Syi’ah?”
Faktanya,
kaum Syi’ah tidak mengakui empat imam madzhab sebagai bagian dari imam-imam
mereka.
Kaum
Syi’ah memiliki silsilah keimaman sendiri. Terkenal dengan sebutan “Imam 12”
atau Imamah Itsna Asyari.
Hal ini
merupakan bukti besar, bahwa Syi’ah bukan Ahlus Sunnah.
Semua
Ahlus Sunnah di muka bumi sudah sepakat tentang keimaman empat Imam tersebut.
Para ahli ilmu sudah mafhum, jika disebut Al Imam Al Arba’ah, maka yang
dimaksud adalah empat imam mazhab rahimahumullah.
JURUS 5:
“ALLAH DAN IMAM SYI’AH”
Tanyakan
kepada orang Syi’ah: “Siapa yang lebih Anda taati, Allah Ta’ala atau imam
Syi’ah?”
Tentu
dia akan menjawab: “Jelas kami lebih taat kepada Allah.”
Lalu
tanyakan lagi: “Mengapa Anda lebih taat kepada Allah?”
Mungkin
dia akan menjawab: “Allah adalah Tuhan kita, juga Tuhan imam-imam kita. Maka
sudah sepantasnya kita mengabdi kepada Allah yang telah menciptakan imam-imam
itu.”
Kemudian
tanyakan ke orang itu: “Mengapa dalam kehidupan orang Syi’ah, dalam kitab-kitab
Syi’ah, dalam pengajian-pengajian Syi’ah; mengapa Anda lebih sering mengutip
pendapat imam-imam daripada pendapat Allah (dari Al Qur’an)?
Mengapa
orang Syi’ah jarang mengutip dalil-dalil dari Kitab Allah? Mengapa orang Syi’ah
lebih mengutamakan perkataan imam melebihi Al Qur’an?”
Faktanya,
sikap ideologis kaum Syi’ah lebih dekat ke kemusyrikan, karena mereka lebih
mengutamakan pendapat manusia (imam-imam Syi’ah) daripada ayat-ayat Allah.
Padahal
dalam Surat An Nisaa’ ayat 59 disebutkan, jika terjadi satu saja perselisihan,
kembalikan kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sikap Islami, bukan melebihkan
pendapat imam di atas perkataan Allah.
JURUS 6:
“ALI DAN JABATAN KHALIFAH”
Tanyakan
kepada orang Syi’ah: “Menurut Anda, siapa yang lebih berhak mewarisi jabatan
Khalifah setelah Rasulullah wafat?”
Dia
pasti akan menjawab: “Ali bin Abi Thalib lebih berhak menjadi Khalifah.”
Lalu
tanyakan lagi: “Mengapa bukan Abu Bakar, Umar, dan Ustman?”
Maka
kemungkinan dia akan menjawab lagi: “Menurut riwayat saat peristiwa Ghadir
Khum, Rasulullah mengatakan bahwa Ali adalah pewaris sah Kekhalifahan.”
Kemudian
katakan kepada orang Syi’ah itu: “Jika memang Ali bin Abi Thalib paling berhak
atas jabatan Khalifah, mengapa selama hidupnya beliau tidak pernah menggugat
kepemimpinan Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, dan Khalifah Utsman?
Mengapa
beliau tidak pernah menggalang kekuatan untuk merebut jabatan Khalifah? Mengapa
ketika sudah menjadi Khalifah, Ali tidak pernah menghujat Khalifah Abu Bakar,
Umar, dan Utsman, padahal dia memiliki kekuasaan?
Kalau
menggugat jabatan Khalifah merupakan kebenaran, tentu Ali bin Abi Thalib akan
menjadi orang pertama yang melakukan hal itu.”
Faktanya,
sosok Husein bin Ali Radhiyallahu ‘Anhuma berani menggugat kepemimpinan Dinasti
Umayyah di masa Yazid bin Muawiyah, sehingga kemudian terjadi Peristiwa
Karbala.
Kalau
putra Ali berani memperjuangkan apa yang diyakininya benar, tentu Ali
radhiyallahu ‘anhu lebih berani melakukan hal itu.
JURUS 7:
“ALI DAN HUSEIN”
Tanyakan
ke orang Syi’ah: “Menurut Anda, mana yang lebih utama, Ali atau Husein?”
Maka dia
akan menjawab: “Tentu saja Ali bin Abi Thalib lebih utama.
Ali
adalah ayah Husein, dia lebih dulu masuk Islam, terlibat dalam banyak perang di
zaman Nabi, juga pernah menjadi Khalifah yang memimpin Ummat Islam.” Atau bisa
saja, ada pendapat di kalangan Syi’ah bahwa kedudukan Ali sama tingginya dengan
Husein.
Kemudian
tanyakan ke dia: “Jika Ali memang dianggap lebih mulia, mengapa kaum Syi’ah
membuat peringatan khusus untuk mengenang kematian Husein saat Hari Asyura pada
setiap tanggal 10 Muharram?
Mengapa
mereka tidak membuat peringatan yang lebih megah untuk memperingati kematian
Ali bin Abi Thalib?
Bukankah
Ali juga mati syahid di tangan manusia durjana?
Bahkan
beliau wafat saat mengemban tugas sebagai Khalifah.”
Faktanya,
peringatan Hari Asyura sudah seperti “Idul Fithri” bagi kaum Syi’ah. Hal itu
untuk memperingati kematian Husein bin Ali. Kalau orang Syi’ah konsisten,
seharusnya mereka memperingati kematian Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu
lebih dahsyat lagi.
JURUS 8:
“SYI’AH DAN WANITA”
Tanyakan
ke orang Syi’ah: “Apakah dalam keyakinan Syi’ah diajarkan untuk memuliakan
wanita?”
Dia akan
menjawab tanpa keraguan: “Tentu saja. Kami diajari memuliakan wanita,
menghormati mereka, dan tidak menzalimi hak-hak mereka?”
Lalu
tanyakan lagi: “Benarkah ajaran Syi’ah memberi tempat terhormat bagi kaum
wanita Muslimah?”
Orang
itu pasti akan menegaskan kembali.
Kemudian
katakan ke orang Syi’ah itu: “Jika Syi’ah memuliakan wanita, mengapa mereka
menghalalkan nikah mut’ah?
Bukankah
nikah mut’ah itu sangat menzalimi hak-hak wanita?
Dalam
nikah mut’ah, seorang wanita hanya dipandang sebagai pemuas seks belaka. Dia
tidak diberi hak-hak nafkah secara baik.
Dia
tidak memiliki hak mewarisi harta suami.
Bahkan
kalau wanita itu hamil, dia tidak bisa menggugat suaminya jika ikatan
kontraknya sudah habis.
Posisi
wanita dalam ajaran Syi’ah, lebih buruk dari posisi hewan ternak. Hewan ternak
yang hamil dipelihara baik-baik oleh para peternak. Sedangkan wanita Syi’ah
yang hamil setelah nikah mut’ah, disuruh memikul resiko sendiri.”
Faktanya,
kaum Syi’ah sama sekali tidak memberi tempat terhormat bagi kaum wanita.
Hal ini
berbeda sekali dengan ajaran Sunni. Di negara-negara seperti Iran, Irak,
Libanon, dll. praktik nikah mut’ah marak sebagai ganti seks bebas dan
pelacuran. Padahal esensinya sama, yaitu menghamba seks, menindas kaum wanita,
dan menyebarkan pintu-pintu kekejian. Semua itu dilakukan atas nama
agama.Na’udzubillah wa na’udzubillah min dzalik.
JURUS 9:
“SYI’AH DAN POLITIK”
Tanyakan
ke orang Syi’ah: “Dalam pandangan Anda, mana yang lebih utama, agama atau
politik?”
Tentu
dia akan berkata: “Agama yang lebih penting. Politik hanya bagian dari agama.”
Lalu
tanyakan lagi: “Bagaimana kalau politik akhirnya mendominasi ajaran agama?”
Mungkin
dia akan menjawab: “Ya tidak bisa. Agama harus mendominasi politik, bukan
politik mendominasi agama.”
Lalu
katakan ke orang Syi’ah itu: “Kalau perkataan Anda benar, mengapa dalam ajaran
Syi’ah tidak pernah sedikit pun melepaskan diri dari masalah hak Kekhalifahan
Ali, tragedi yang menimpa Husein di Karbala, dan kebencian mutlak kepada
Muawiyah dan anak-cucunya?
Mengapa
hal-hal itu sangat mendominasi akal orang Syi’ah, melebihi pentingnya urusan
akidah, ibadah, fiqih, muamalah, akhlak, tazkiyatun nafs, ilmu, dll. yang
merupakan pokok-pokok ajaran agama? Mengapa ajaran Syi’ah menjadikan masalah
dendam politik sebagai menu utama akidah mereka melebihi keyakinan kepada
Sifat-Sifat Allah?”
Faktanya,
ajaran Syi’ah merupakan contoh telanjang ketika agama dicaplok (dianeksasi)
oleh pemikiran-pemikiran politik. Bahkan substansi politiknya terfokus pada
sikap kebencian mutlak kepada pihak-pihak tertentu yang dianggap merampas
hak-hak imam Syi’ah. Dalam hal ini akidah Syi’ah mirip sekali dengan konsep
Holocaust yang dikembangkan Zionis internasional, dalam rangka memusuhi Nazi
sampai ke akar-akarnya. (Bukan berarti pro Nazi, tetapi disana ada sisi-sisi
kesamaan pemikiran).
JURUS
10: “SYI’AH DAN SUNNI”
Tanyakan
kepada orang Syi’ah: “Mengapa kaum Syi’ah sangat memusuhi kaum Sunni?
Mengapa
kebencian kaum Syi’ah kepada Sunni, melebihi kebencian mereka kepada orang
kafir (non Muslim)?”
Dia
tentu akan menjawab: “Tidak, tidak. Kami bersaudara dengan orang Sunni. Kami
mencintai mereka dalam rangka Ukhuwah Islamiyah.
Kita
semua bersaudara, karena kita sama-sama mengerjakan Shalat menghadap Kiblat di
Makkah. Kita ini sama-sama Ahlul Qiblat.”
Kemudian
katakan ke dia: “Kalau Syi’ah benar-benar mau ukhuwah, mau bersaudara, mau
bersatu dengan Sunni; mengapa mereka menyerang tokoh-tokoh panutan Ahlus
Sunnah, seperti Khalifah Abu Bakar, Khalifah Umar, Khalifah Utsman, istri-istri
Nabi (khususnya Aisyah dan Hafshah), Abu Hurairah, Zubair, Thalhah, dan
lain-lain?
Mencela,
memaki, menghina, atau mengutuk tokoh-tokoh itu sama saja dengan memusuhi kaum
Sunni.
Tidak
pernah ada ukhuwah atau perdamaian antara Sunni dan Syi’ah, sebelum Syi’ah
berhenti menista para Shahabat Nabi, selaku panutan kaum Sunni.”
Fakta
yang perlu disebut, banyak terjadi pembunuhan, pengusiran, dan kezaliman
terhadap kaum Sunni di Iran, Irak, Suriah, Yaman, Libanon, Pakistan,
Afghanistan, dll.
Hal itu
menjadi bukti besar bahwa Syi’ah sangat memusuhi kaum Sunni. Hingga anak-anak
Muslim asal Palestina yang mengungsi di Irak, mereka pun tidak luput dibunuhi
kaum Syi’ah.
Hal ini
pula yang membuat Syaikh Qaradhawi berubah pikiran tentang Syi’ah. Jika semula
beliau bersikap lunak, akhirnya mengakui bahwa perbedaan antara Sunni dan
Syi’ah sangat sulit disatukan.
Demikianlah
“10 Jurus Dasar Penangkal Kesesatan Syi’ah” yang bisa kita gunakan untuk
mematahkan pemikiran-pemikiran kaum Syi’ah.
Insya
Allah tulisan ini bisa dimanfaatkan untuk secara praktis melindungi diri, keluarga,
dan umat Islam dari propaganda-propaganda Syi’ah.
Wallahu
a’lam bis-shawaab.
0 komentar:
Posting Komentar